Penatalaksanaan , Pengobatan dan Prognosis Spondilitis Tuberkulosa / Tuberkulosis Tulang






















Penatalaksanaan


Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)


Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
d. Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
- Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).

- Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
• Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
• Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.


2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
• Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.


Prognosis

Diagnosis sedini mungkin, dan dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat, yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap pengobatan

Cara Diagnosis Spondilitis Tuberkulosa dan Diagnosa Banding















Diagnosis

Klinis:
Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :
• Nyeri punggung yang terlokalisir
• Bengkak pada daerah paravertebral
• Tanda dan gejala sistemik dari TB
• Tandadefisitneurologis,terutamaparaplegia

Pemeriksaan Laboratorium:
• Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
• Uji Mantoux positif
• Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium
• Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
• Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
• Pungsi lumbal, harus dilakukan dengan hati-hati ,karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku.


Pemeriksaan Radiologis:

• Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru.

• Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis.

• Pemeriksaan CT scan
- CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

- Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih)

• Pemeriksaan MRI
- Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang.
- Menunjukkan adanya penekanan saraf.

Diagnosis Banding:
1. Tumor Medula Spinalis
2. Fraktur Kompresi Traumatik
3. Pyogenic Osteitis

Menifestasi Klinis Tuberkulosis Tulang / Spondilitis Tuberkulosa









Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.

Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.

Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.

Patogenesis , Patofisiologi , Stadium , dan Derajat Klasifikasi Spondilitis Tuberkulosa












Patogenesis

Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis (M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke arah M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans) dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer) menjalar ke kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya.

























Patofisiologi

Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.

Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal.

Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak


Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak- anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

4. Stadium gangguan neurologist
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.

Definisi , Epidemiologi , dan Faktor Resiko Spondilitis Tuberkulosa




















Deinisi


Spondilitis tuberculosis adalah infeksi sekunder dari suatu infeksi yang berasal dari ekstraspinal. Lesi dasar dari spondilitis tuberculosis adalah kombinasi dari osteomielitis dan arthritis yang biasanya melibatkan lebih dari satu segmen vertebra. Bagian anterior dari badan vertebra yang berdampingan dengan piring subchondral adalah lokasi yang umumnya dipengaruhi. Tuberculosis dapat menyebar dari daerah tersebut ke daerah diskus intervertebralis. Pada dewasa, penyakit pada piringan merupakan sekunder terhadap infeksi yang berasal dari badan vertebra. Sedangkan pada anak – anak, karena diskus masih mendapatkan vaskularisasi, maka masih dapat menjadi tempat primer.


Epidemiologi

Diperkirakan 1-2% dari total kasus tuberculosis dapat berkembang menjadi spondilitis tuberculosis. Tuberkulosis pada tulang dan jaringan ikat adalah kira – kira 10% dari kasus tuberculosis ekstrapulmonalis. Spondilitis tuberculosis adalah manifestasi umum dari tuberculosis musculoskeletal, kira – kira 40-50% total kasus.
Frekuensi kasus spondilitis tuberculosis berhubungan dengan factor sosioekonomi dan juga riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi. Rasio perbandingan spondilitis tuberculosis pada pria dan wanita adalah 1,5-2 berbanding dengan 1. Pada Negara berkembang, spondilitis tuberculosis adalah lebih banyak ditemukan pada dewasa dan anak – anak tua.
Kasus spondilitis tuberculosis banyak ditemukan di India, Cina, Indonesia, Pakistan dan Bangladesh. Tetapi akhir – akhir ini ditemukan peningkatan kasus di Perserikatan Soviet dan sub Sahara Afrika sehubungan dengan penyebaran HIV.


Faktor resiko

•Endemic tuberculosis
•Kondisi sosio-ekonomi yang kurang
•Infeksi HIV
•Tempat tinggal yang padat
•Malnutrisi
•Alkoholisme
•Penggunaan obat – obatan kortikosteroid
•Diabetes mellitus
•Gelandangan

Pengertian Anemia pada Ibu Hamil, Jenis - Jenis, dan Efeknya
















Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting dalam terjadinya kematian ibu. Penya¬kit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat mempenga¬ruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kema¬tian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menya¬takan bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7 menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.

Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat


Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain.
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain.

Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.


Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
2. Anemia Megaloblastik
3. Anemia Hipoplastik
4. Anemia Hemolitik

Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan: Abortus, Missed Abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan: Persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan: tonia uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.



Lokasi Indera Pengecap

Indera pengecap ditemukan pada 3 tipe papila lidah :
1. Sejumlah besar indera pengecap terletak didinding saluran yang mengelilingi papila sirkumvalata, yang membentuk garis V pada permukaan posterior lidah.
2. Sejumlah indera pengecap terletak pada papila fungiformis diatas permukaan depan dari lidah.
3. Lainnya terletak pada papila foliata yang terdapat dilipatan sepanjang permukaan lateral lidah.

Indera pengecap tambahan terletak pada palatum dan beberapa diantaranya pada pilar tonsilar, epiglotis dan esofagus bagian proksimal. Orang dewasa mempunyai 3000 – 10000 indera pengecap anak-anak lebih sedikit. Diatas 45 tahun indera pengecap mengalami degenerasi, menyebabkan sensasi pengecapan kurang kritis.

Rasa manis dan asin terutama terletak pada ujung lidah. Rasa pahit pada bagian posterior lidah dan palatum mole



TEORI PENYEBAB PROSES PENUAAN / AGING


















TEORI GLIKOSILASI

Yang menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa protein yang disebut sebagai advance glycation end product (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain yang termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada manusia yang menua. Protein glikasi menunjukkan perubahan fungsional, meliputi menurunnya aktivitas enzim dan menurunnya dan menurunnya degradasi protein normal. Manakala manusia menua, AGEs berakumulasi di berbagai jaringan, termasuk kolagen, hemoglobin, lensa mata. Karena muatan kolagennya tinggi, jaringan ikat menjadi kurang elastis dan kaku. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah. AGEs diduga juga berinteraksi dengan DNA dan karenanya mungkin mengganggu kemampuan sel untuk memperbaiki perubahan pada DNA.


TEORI RADIKAL BEBAS

Yang menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan berbagai komponen penting selular, termasuk protein, DNA dan lipid dan menjadi molekul-molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu fungsi sel lainnya.

Teori radikal bebas diperkenalkan pertama kali oleh Denham Harman pada tahun 1956. Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi electron tidak berpasangan. Radikal bebas tersebut terbentuk sebagai hasil sampingan berbagai proses selular atau metabolisme normal yang melibatkan oksigen. Sebagai contonh adalah reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) yang dihasilkan selama metabolisme normal. Karena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal bebas akan pasangan electron lain dengan bereaksi dengan substansi lain terutama protein dan lemak tidak jenuh. Melalui proses oksidasi, radikal bebas yang dihasilkan selama fosforilaso oksidatif dapat menghasilkan berbagai modifikasi makromolekul. Sebagai contoh, karena membran sel mengandung sejumlah lemak , ia dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga membran sel mengalami perubahan. Akibat perubahan pada struktur membran tersebut membran sel menjadi lebih permeable terhadap bebrapa substansi dan memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara bebas. Struktur didalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga diselimuti oleh membran yang mengandung lemak sehingga mudah diganggu oleh radikal bebas . radikal bebas juga dapat bereaksi dengan DNA, menyebabkan mutasi kromosom dan karenanya merusak merusak mesin genetic dari se. radikal bebas dapat merusak fungsi sel dengan merusak membran sel atau kromosom sel. Lebih jauh, teori radikal bebas menyatakan bahwa terdapat akumulasi radikal bebas secara bertahap di dalam sel sejalan dengan waktu dan bila kadarnya melebihi konsentrasi ambang maka mereka mungkin berkontribusi pada perubahan-perubahan yang dikaitkan dengan penuaan.

Sebenarnya tubuh diberi kekuatan untuk melawan radikal bebas berupa antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri, namun antioksidan tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas tersebut.



TEORI DNA REPAIR

Yang dikemukakan oleh Hart dan Setlow. Mereka menunjukkan bahwa adanya perbedaan pola laju perbaikan (repair) kerusakan DNA yang diinduksi sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblast yang dikultur. Fibroblast pada spesies yang mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukkan laju DNA repair terbesar, dan korelasi ini dapat ditunjukkan pada berbagai mamalia dan primata.


Selain teori-teori diatas, beberapa teori lain juga telah dikemukakan untuk menjelaskan proses yang terjadi selama penuaan , antara lain
a) Programmed Aging theory (Cellular Aging)

Teori ini menyatakan bahwa manifestasi perubahan senescence adalah hasil dari program genetik yang berisi gen menua yang bertanggung jawab terhadap perubahan dan kematian organisme (Miller, 1999).

b) Cross link theory
Teori ini menyatakan bahwa lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat bereaksi dengan zat-zat kimia atau radiasi untuk membentuk ikatan yang dapat menyebabkan kekakuan dan ketidakstabilan sel-sel tubuh (Lueckenotte, 1996).

c) Theories of Random Deterioration

Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi karena adanya akumulasi dari kerusakan sel yang terjadi akibat radikal bebas yang menyerang molekul sehingga merusak membran sel (Miller, 1999).


d) Immunologis theory

Teori ini menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka kemampuan sistem imun menurun baik secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga kemampuan untuk membedakan sel tubuh dan benda asing menurun, maka banyak terjadi penyakit-penyakit autoimun (Miller, 1999). Pada lanjut usia terjadi gangguan kemampuan pengaturan sel B dan sel T sehingga sel-sel normal atau sel yang sudah menua dianggap sebagai benda asing (Lueckenotte, 1996).



Cara Diagnosis Sindroma Nefrotik dan Diagnosa Banding dari Sindroma Nefrotik















Sindroma Nefrotik merupakan salah satu kumpulan gejala sebagai manifestasi penyakit glomerulus ginjal yang ditandai dengan proteinuria masif,disertai hipoalbuminemia, dan edema anasarka. Juga bisa di jumpai hiperlipidemia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas.

CARA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

I. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.


II. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.

III. Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.



DIAGNOSIS BANDING

1. Edema / Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke.

2. Glomerulonefritis akut

3. Lupus sistemik eritematosus

Langkah - langkah Mengatasi Kegemukan / Obesitas
















Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani kebiasaan makan yang sehat.

Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan risiko kesehatannya dengan cara menghitung BMI. Resiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI :

* Resiko rendah : BMI < 27
* Resiko menengah : BMI 27-30
* Resiko tinggi : BMI 30-35
* Resiko sangat tinggi : BMI 35-40
* Resiko sangat sangat tinggi : BMI 40 atau lebih.


Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita.

* Penderita dengan risiko kesehatan rendah, menjalani diet sedang (1200-1500 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai dengan olah raga.

* Penderita dengan risiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga.

* Penderita dengan risiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapatkan obat anti-obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga.


Memilih program penurunan berat badan yang aman dan berhasil. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu program penurunan berat badan :

* Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan (vitamin, mineral dan protein). Diet untuk menurunkan berat badan harus rendah kalori.

* Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat badan secara perlahan dan stabil.

* Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.

* Program yang diikuti harus meliputi pemeliharaan berat badan setelah penurunan berat badan tercapai. Pemeliharaan berat badan merupakan bagian tersulit dari pengendalian berat badan. Program yang dipilih harus meliputi perubahan kebiasaan makan dan aktivitas fisik yang permanen, untuk merubah gaya hidup yang pada masa lalu menyokong terjadinya penambahan berat badan. Program ini harus menyelenggarakan perubahan perilaku, termasuk pendidikan dalam kebiasaan makan yang sehat dan rencana jangka panjang untuk mengatasi masalah berat badan.

Obesitas merupakan suatu keadaan menahun (kronis). Obesitas seringkali dianggap suatu keadaan sementara yang bisa diatasi selama beberapa bulan dengan menjalani diet yang ketat. Pengendalian berat badan merupakan suatu usaha jangka panjang. Agar aman dan efektif, setiap program penurunan berat badan harus ditujukan untuk pendekatan jangka panjang.

Penyakit yang timbul berkaitan dengan Kegemukan / Obesitas















Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:

* Diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa)
* Tekanan darah tinggi (hipertensi)
* Stroke
* Serangan jantung (infark miokardium)
* Gagal jantung
* Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
* Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
* Gout dan artritis gout
* Osteoartritis
* Tidur apneu (kegagalan untuk bernapas secara normal ketika sedang tidur menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
* Sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk).

Apa yang di Maksud Dengan Body Mass Index / BMI dan Bagaimana Klasifikasinya?























BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan "indeks", BMI sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika memiliki nilai BMI sebesar 30 atau lebih.

Rumus:

Satuan Metrik menurut sistem satuan internasional : BMI = kilogram / meter2

Rumus : BMI = b / t2

dimana b adalah berat badan dalam satuan metrik kilogram dan t adalah tinggi badan dalam meter.



BMI Klasifikasi
<18.5 berat badan di bawah normal
18.5–24.9 normal
25.0–29.9 normal tinggi
30.0–34.9 Obesitas tingkat 1
35.0–39.9 Obesitas tingkat 2
≥ 40.0 Obesitas tingkat 3


Cara dan Langkah Efektif dalam Mencegah Penyakit Cacing Pada Anak













  • Orangtua, hendaknya senantiasa menjaga kebersihan, terutama saat menyiapkan makanan bagi keluarga. Cuci bersih bahan makanan dan perlatan makan keluarga. Sebaiknya bersihkan peralatan makan tersebut dengan menggunakan lap/kain bersih sebelum dipakai.
  • Mandikan anak setidaknya 2 kali sehari agar kuman-kuman termasuk cacing yang menempel ditubuhnya segera hilang.
  • Berikan selalu makanan yang cukup dan bergizi seimbang supaya kodisi tubuh anak tetap prima.
  • Ajari anak untuk selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan, sesudah bermain dan sesudah buang air besar.
  • Ajari anak untuk buang air besar pada tempat yang sudah tersedia (tidak di sembarang tempat).
  • Berikan mainan yang bersih dan jika perlu cuci secaa berkala, apalagi jika mainan tersebut sering digunakan untuk bermain diluar rumah/diletakkan di tanah. Terlebih lagi jika anak punya kebiasaan menggigit atau memasukkan mainan e dalam mulut.
  • Jangan biasakan anak bermain tanah, apalagi jika tanah tersebut kotor dan tercemar denga tinja/kotoran.
  • Biasakan selalu menggunakan alas kaki/sadal jika keluar rumah.
  • Potong kuku anak karena kuku yang dibiarkan panjang akan menajdi sumber penyakit.
  • Mengajari anak memotong kuku (disunnahkan pada hari jumat) sekaligus akan mendidik anak untuk mengenal salah satu sunnah fitrah
  • Anak yang dicurigai menderita cacingan dari keluarga atau lingkungan disekitarnya biasanya akan diberikan obat cacing tapi dengan dosis pencegahan (dosis yang lebih rendah) dan dianjurkan diberikan 6 bulan sekali.

Perubahan Fisiologis Fisik pada Lansia (Geriatri)























1. Sel.
o Lebih sedikit jumlahnya.
o Lebih besar ukurannya.
o Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
o Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
o Jumlah sel otak menurun.
o Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
o Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Pendengaran.
~ Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran)Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
~ Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
~ Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
~ Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress

3. Sistem Penglihatan.
-Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
-Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
-Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
-Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
-Hilangnya daya akomodasi.
-Menurunnya lapangan pandang,berkurang luas pandangannya.
Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

4. Sistem Respirasi
-Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
-Menurunnya aktivitas dari silia.
-Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
-Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
-Kemampuan untuk batuk berkurang.
-Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

5. Sistem Gastrointestinal.
-Kehilangan gigi akibat Periodontal disease,kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
-Indera pengecap menurun,hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
-Eosephagus melebar.
-Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
-Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
-Daya absorbsi melemah.

6. Sistem Reproduksi.
-Menciutnya ovari dan uterus.
-Atrofi payudara.
-Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
-Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.
-Selaput lendir vagina menurun.

7. Sistem Endokrin.
o Produksi semua hormon menurun.
o Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
o Menurunnya produksi aldosteron.
o Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.
Sintesa protein menurun
Lean bone mass turun
Penurunan % lemak
Penurunan GH (hormon pertumbuhan )
Penurunan hormon sex.
- Pada laki-laki : penurunan libido mengakibatkan penurunan frek aktivitas sex
- Pada perempuan : monopause --> atrofi vagina

8. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )
-Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
-Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
-Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
-Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
-Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
-Pertumbuhan kuku lebih lambat.
-Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
-Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
9. Sistem kardiovaskuler
- elastis dinding aorta menurun
- perubahan miokara ; atrofi menurun
- lemak sub endoicard menurun ; fibrosis, menebal, scerosis
- katup-katup jantung mudah fibrosis dan klasifikasi (kaku)
- peningkatan jaringan ikat pada Sa Node
- penurunan denyut jantung maksimal pada latihan
- Co menurun
- Penurunan jumlah sel pada pace maker
- Jaringan kolagen bertambah dan jaringan elastis berkurang
- Pada otot jantung
- Penurunan elastis pada diding vena
- Respon baro reseptor menurun

10. Sistem pernapasan
• Gerakan pernapasan : dangkal, sesak napas, otot lemah
• Distribusi gas : penumpukan udara dalam alveolus
• Volume dan kapasitas paru menurun
• Gangguan transportasi gas
• Imobilisasi : efusi pleura, pneumothorak, tumor paru

11. Sistem neurologis
- struktr otak dilatasi ventrikular
- atrofi otak
- berat otak < 6-10 % (umur <80 thn)
- perubahan bentuk
- dopamin - fungsi sensorimotor
- lensa mata tipis
- pupil mengecil
- memori
- kognitif turun
- keterampilan turun
- intelektual turun
- kemampuan psikomotor menurun
Gejalanya :
- pola tidur ( lebih sering tebangun saat tidur )
- perubahan fungsi motorik )pembungkukan postr fleksi kedepan terlambat)
- gaya berjalan kaki diseret
- arthitis dipanggul lutut spina
- osteoporosis
- propiosepsi
12.Perubahan Sistem Urinari
• nevron berkurang disertai perubahan fungsi tubuler ginjal
• kapasitas kandung kemih berkurang
• tegangan spingter berkurang
• pada laki-laki : terjadi benigna hipertropi prostate
• pada perempuan : perubahan tegangan otot pelvis

13.Perubahan sistem muskuloskeletal
- otot-otot atrofi
- fibrosis
- massa tonus / kekuatan otot menurun
- otot lebih menonjol dari ektremitas yang kecil dan lemah
- regeditas otot meningkat terutama ektremitas dan leher
- mikro arsitektur berubah

Kolesterol juga Memiliki Manfaat Penting bagi Tubuh


Selama ini kebanyakan orang menjauhi kolesterol karena di anggap sebagai penyebab penyakit, seperti ; hipertensi, stroke, serangan jantung , dan lain sebagainya. Padahal, kolesterol juga memiliki manfaat bagi tubuh kita.




Manfaat Kolesterol

Kolesterol merupakan prekursor utama pembentukan vitamin D serta hormon reproduksi, seperti estrogen dan testosteron. Vitamin D dan hormon tersebut penting guna menjaga keseimbangan pembentukan dan perusakan tulang untuk mencegah terjadinya osteoporosis (pengeroposan tulang).

Dalam hal ini, fungsi estrogen atau testosteron adalah mengontrol proses resorpsi tulang (osteoklas) dan membantu pembentukan tulang (osteoblas). Penurunan kadar hormon reproduksi menyebabkan penurunan kepadatan tulang karena tidak ada yang menyeimbangkan kedua proses itu.

Guru besar obstetri dan ginekologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), Ichramsjah A Rachman, dalam seminar tentang osteoporosis yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Warga Tulang Sehat Indonesia, pekan lalu di Jakarta, menyarankan agar orang tidak diet berlebihan sehingga tubuh kekurangan kolesterol.

Walaupun demikian, kolesterol juga tidak boleh di konsumsi berlebihan. Asupan nutrisi haruslah seimbang agar tubuh kita tetap sehat dan bugar.

Pengertian dan Manfaat Promosi Kesehatan














Pengertian Promkes

1. Suatu proses atau kegiatan penyampaian pesan kpd ind, klpk atau masy, agar sadar shg kesnya semakin meningkat (Sukijo).

2. Upaya pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya (WHO)


Mengapa Promkes perlu?
-Ada bbrp peny yg dpt dicegah dgn perubahan prilaku
-Tdk semua mslh kesehatan selesai dgn teknis
-Semua program kesehatan perlu partisipasi masy.
-Peran prilaku thdp staust kesehatan masy (Blum,1974)


Status kesehatan masyrakat ditentukan 4 faktor:

1. Lingkungan (60%)
2. Prilaku (20%)
3. Laykes (15%)
4. Keturunan (5%)

Promkes bgn upaya PH / Public Health (Winslow,1920)
PH : Ilmu dan seni yg bertujuan utk:
1. Mencegah timblnya penyakit
2. Memperpanjang umur
3. Meningktkan derajat kesehatan



Dysmenorrhea / Dismenore / Nyeri Haid Primer dan Sekunder Serta Pengobatannya








1) Dysmenorrhea primer ( Dismenore / Nyeri haid )

a. Definisi

Dysmenorrhea primer adalah nyeri menstruasi yang terjadi tanpa adanya kelainan ginekologik yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarke, biasanya sesudah menarke, umumnya sesudah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang yang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha. Rasa nyeri dapat disertai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare.

b. Etiologi dysmenorrhea primer

Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dysmenorrhea primer. Menurut Hanafiah (1997), beberapa faktor berikut ini memegang peranan penting sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain:

o Faktor kejiwaan

Gadis-gadis remaja yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, maka mudah untuk timbul dysmenorrhea primer. Faktor ini, bersama-sama dismenorea merupakan kandidat terbesar untuk menimbulkan gangguan insomnia.

o Faktor konstitusi

Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga menurunkan ketahanan terhadap nyeri, faktor-faktor ini adalah anemia, penyakit menahun, dan sebagainya.

o Faktor obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenorea primer adalah karena terjadinya stenosis kanalis servikalis. Akan tetapi sekarang tidak lagi dianggap sebagai faktor penting sebagai penyebab dismenorea primer, karena banyak wanita menderita dismenorea primer tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi, begitu juga sebaliknya. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenorea karena otot-otot uterus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut.

o Faktor endokrin

Umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenorea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 alfa berlebih dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenorea, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.

o Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dysmenorrhea primer dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale.

c. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya nyeri pada dysmenorrhea primer diterangkan sebagai berikut :

Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini akan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase ini A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium; menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dysmenorrhea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Sunaryo, 1989).

2) Dysmenorrhea sekunder

a. Definisi

Dysmenorrhea sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus dan polip uterus. IUD juga dapat merupakan penyebab dismenorea ini. Dismenorea sekunder dapat disalahartikan sebagai dismenore primer atau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini, terapi harus ditunjukkan untuk mengobati penyakit dasar.

b. Penyebab
Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Penyebab dari dismenore sekunder adalah: endometriosis, fibroid, adenomiosis, peradangan tuba falopii, perlengketan abnormal antara organ di dalam perut, dan pemakaian IUD.



PENGOBATAN

Pengobatan dismenore primer yang sering dipakai adalah golongan NSAID yaitu : aspirin, naproksen, ibuprofen, indometasin, dan asam mefenamat. Obat-obatan ini sering kali lebih efektif jika diminum sebelum timbul nyeri.

Karena dismenorea jarang menyertai perdarahan tanpa ovulasi, maka pemberian kontrasepsi oral untuk menekan ovulasi juga merupakan pengobatan yang efektif.

Untuk dismenore sekunder, terapi harus di tujukan untuk mengobati penyakit dasar

10 Besar Penyakit Terbanyak di Indonesia

10 BESAR PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2009:


Tabel 1: Pola 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit seluruh Indonesia tahun 2009.
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2010.


10 BESAR PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2009:


Tabel 2: Pola 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit seluruh Indonesia tahun 2009.


Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2010.

Terlihat bahwa berdasarkan Case Fatality Rate (CFR), penyakit yang memiliki CFR paling tinggi di antara 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di RS adalah Pneumonia sebesar 6,63%. Hal ini dapat diartikan bahwa berdasarkan tingkat kefatalannya, pneumonia merupakan penyakit pembunuh nomor satu di Indonesia.



Cara Melakukan SADARI ( Periksa Payudara Sendiri ) bagi Wanita

Memeriksa payudara sendiri secara teratur dikombinasikan dengan pemeriksaan oleh dokter secara rutin adalah salah satu cara penting untuk mendeteksi kanker payudara secara dini. Apabila kanker terdeteksi dini, maka peluang kesembuhan itu sangat besar.Memang tidak semua kanker bisa ditemukan dengan cara ini, bisa juga dengan mammography. Tapi 10% benjolan yang para wanita rasakan kadang tidak terdeteksi juga dengan alat ini.Oleh karena itu apabila hal tersebut terjadi padahal dengan rabaan ( SADARI ) terasa ada kelainan maka wanita bisa segera mengunjungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksaan payudara secara rutin bisa dilakukan sebulan sekali beberapa hari setelah menstruasi, ketika payudara kemungkinan besar sudah tidak terasa keras,membesar dan sakit. Untuk wanita yang sudah menopause pilih hari yang mudah diingat. Misalnya dilakukan setiap tanggal 1 atau 30 tiap bulan. Apabila SADARI sudah menjadi kebiasaan maka lama-lama kita akan mengenali struktur payudara sendiri sehingga apabila ada suatu kelainan bisa segera diketahui sendiri.Untuk mereka yang rajin mencatat, kondisi payudara tiap bulan bisa dicatat sendiri. Ini bisa menjadi semacam record dan peta kondisi payudara setiap waktu.


CARA MELAKUKAN SADARI

Ada lima langkah dalam melakukan SADARI, yaitu :


1. Mulailah dengan mengamati payudara di cermin dengan bahu lurus dan lengan di pinggang. Disini, yang harus diamati adalah bentuk payudara, ukuran dan warna. Karena rata-rata payudara berubah tanpa kita sadari. Perubahan-perubahan yang perlu diwaspadai adalah : berkerut, cekung kedalam, atau menonjol kedepan karena ada benjolan. Puting yang berubah posisi dimana seharusnya menonjol keluar, malahan tertarik kedalam. Warna memerah, kasar dan sakit.


2. Kemudian angkat kedua lengan untuk melihat apakah ada kelainan pada kedua payudara


3. Sementara masih didepan cermin, tekan puting apakah ada cairan yang keluar. ( bisa berupa cairan putih seperti susu, kuning atau malahan darah ).


4. Kemudian berbaringlah, raba payudara kanan dengan tangan kiri untuk merasakan perubahan yang ada di payudara sebelah kanan dan sebaliknya. Tekan secara halus dengan jari-jari secara datar & serentak. Selubungi dengan jari payudara kita dari arah atas sampai bawah, dari tulang selangka ke bagian atas perut,dari ketiak ke leher bagian bawah. Ulangi pola ini sehingga yakin bahwa seluruh payudara telah tercover. Kini mulai pada puting. Buat lingkaran yang makin lama makin besar hingga mencapai seluruh tepi payudara. Menggunakan jari, buatlah gerakan keatas dan kebawah berpindah secara mendatar/menyamping seperti sedang memotong rumput. Sambil rasakan seluruh jaringan payudara, dibawah kulit dengan rabaan halus hingga rabaan yang sedikit lebih menekan.


5. Terakhir, rasakan payudara anda ketika sedang berdiri atau duduk. Bagi kebanyakan wanita, paling mudah untuk merasakan payudaranya adalah ketika payudaranya sedang basah dan licin, sehingga paling cocok adalah ketika sedang mandi dibawah shower. Lakukan seperti pada langkah ke-4, dan yakinkan bahwa seluruh payudara sudah tercover oleh rabaan tangan.



Pengobatan , Prognosis, dan Pencegahan Penyakit Demam Chikungunya
















PENGOBATAN
Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Dianjurkan istirahat untuk mengurangi keluhan akut. Exercise berat dapat mengkambuhkan gejala sendi. Belum ada obat spesifik untuk membunuh virus penyebab penyakit; pasien yang merasa sakit Chikungunya dapat minum penghilang sakit (analgetik), misalnya parasetamol; namun hindari pemakaian aspirin. Pasien perlu istirahat, minum banyak air dan pemeriksaan diri ke dokter.

PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting diseases, tidak pernah dilaporkan kejadian kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9 % sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort; 2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi.

PENCEGAHAN
Pencegahan ditujukan untuk mengendalikan nyamuk dan menghindari gigitan nyamuk. Pada saat ini belum ada vaksin di pasaran untuk mencegah Chikungunya.
Tindakan pencegahan Chikungunya di daerah dimana terdapat nyamuk Aedes aegypti adalah menghilangkan tempat dimana nyamuk dapat meletakkan telurnya, terutama pada tempat penyimpanan air buatan, misalnya bak mandi, kolam ikan, ban mobil atau kaleng kosong. Tempat penyimpanan air hujan atau penyimpanan air (kontainer plastik, drum) hendaknya tertutup rapat. Ban mobil bekas, kaleng kosong sebaiknya dimusnahkan. Tempat minum hewan peliharaan/burung dan vas bunga hendaknya dikosongkan atau diganti setidaknya seminggu sekali. Semua upaya tersebut diharapkan dapat membasmi telur nyamuk dan mengurangi jumlah nyamuk di daerah tersebut.Pada wisatawan atau juga penduduk di daerah terjangkit Chikungunya, resiko digigit nyamuk akan berkurang dengan pemasangan air conditioning atau memasang kasa pada jendela atau pintu.
Memakai repelen yang mengandung 20-30% DEET pada kulit tubuh yang terbuka atau pakaian akan mengurangi kemungkinan tergigit nyamuk.
Pencegahan Chikungunya ditekankan pada usaha terus-menerus, berkesinambungan, community based, integrated mosquito control, tidak boleh terlalu mengandalkan insektisida baik untuk jentik nyamuk maupun nyamuk dewasa (chemical larvicide atau adulticide). Pencegahan wabah penyakit memerlukan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dalam usaha meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Chikungunya, serta bagaimana mengenali penyakit dan bagaimana mengendalikan nyamuk yang dapat menularkan/menyebarkan penyakit.

DIAGNOSIS BANDING DAN DIAGNOSIS PASTI DEMAM CHIKUNGUNYA

Viral arthropaty diketahui dan dijumpai pada beberapa infeksi virus: dengue, O’nyong-nyong, chikungunya, Mayaro, Ross River, Sindbis dan Bermah Forest. Gejala sendi akibat virus ini biasanya hanya berlangsung singkat seminggu, kecuali pada beberapa kasus Chikungunya. Penyakit ini banyak kemiripan dengan demam dengue/DHF; hanya saja: serangan demam lebih singkat; sakit sendi lebih lama dan tidak terjadi kematian.

Chikungunya dicurigai bila seseorang menderita demam mendadak, dengan beberapa gejala berikut: sakit sendi, sakit kepala, sakit pinggang/punggung, fotofobia dan rash/ruam kulit; serta dalam seminggu terakhir berada didaerah terjangkit Chikungunya.

Diagnosis pasti bila terdapat salah satu hal berikut:
1. Pemeriksaan titer antibody naik 4 kali lipat
2. Isolasi virus
3. Deteksi virus dengan PCR

Manifestasi Gejala Klinis Demam Chikungunya


Masa inkubasi dari demam Chikungunya 2-4 hari. Viremia dijumpai kebanyakan dalam 48 jam pertama, dan dapat dijumpai sampai 4 hari pada beberapa pasien. Manifestasi penyakit berlangsung 3-10 hari.

Virus ini termasuk self limiting diseases alias hilang dengan sendirinya. Namun rasa nyeri sendi mungkin masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan.

Gejala demam Chikungunya mirip dengan demam berdarah dengue yaitu demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual-muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot, serta bintik-bintik merah dikulit terutama badan dan lengan. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (syock) maupun kematian. Nyeri sendi ini terutama mengenai sendi lutut, pergelangan kaki serta persendian jari tangan dan kaki.


Gejala utama Chikungunya adalah demam tinggi, sakit kepala, punggung, sendi yang hebat, mual, muntah, nyeri mata dan timbulnya rash/ruam kulit. Ruam kulit berlangsung 2-3 hari, demam berlangsung 2-5 hari dan akan sembuh dalam waktu 1 minggu sejak pasien jatuh sakit. Sakit sendi (arthralgia atau arthritis; sendi tangan dan kaki) sering menjadi keluhan utamapasien. Keluhan sakit sendi kadang-kadang masih terasa dalam 1 bulan setelah demam hilang.

Penyakit ini merupakan penyakit yang bersifat self limiting (sembuh dengan sendirinya) dan tidak brakibat kematian. Pernah dilaporkan terjadi kerusakan sendi yang dikaitkan dengan infeksi Chikungunya.

Demam Chikungunya Definisi , Epidemiologi , Etiologi dan Patogenesis / Perjalanan Penyakit























Chikungunya
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Sebagai penyebar penyakit adalah nyamuk Aedes aegypti; juga dapat oleh nyamuk Aedes albopictus. Nama penyakit berasal dari bahasa Swahili yang berarti “yang berubah bentuk atau bungkuk”, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat. Masa inkubasi berkisar 1-4 hari, merupakan penyakit yang self-limiting dengan gejala akut yang berlangsung 3-10 hari. Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien, yang kadang-kadang berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Meskipun tidak pernah dilaporkan menyebabkan kematian, masyarakat sempat dicemaskan karena penyebaran penyakit yang mewabah, disertai dengan keluhan sendi yang mengakibatkan pasien lumpuh. Untuk memahami lebih mendalam, dilakukan review terhadap penyakit ini.

EPIDEMIOLOGI
Chikungunya disebarkan/ditularkan kemanusia oleh gigitan nyamuk aedes yang terinfeksi oleh virus Chikungunya. Nyamk terinfeksi dengan virus saat ia menggigit pasien sakit Chikungunya; dan setelah sekitar seminggu, nyamuk dapat menularkan virus saat ia menggigit orang lain yang sehat. Penyakit tidak dapat menularkan langsung dari satu orang ke orang lain. Wabah Chikungunya dapat berjangkit dimana nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albocpictus hidup meliputi daerah tropis terutama daerah perkotaan.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Virus chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam family Togaviridae. Strain asia merupakan genotype yang berbeda dengan yang di afrika. Virus Chikungunya disebut juga Arbovirus A Chikungunya Type CHIK, CK. Virus Chikungunya masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Virions mengandung satu molekul single standed RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions dibungkus oleh lipid membrane; plemorfik; spherical; dengan diameter 70 µm. Pada permukaan envelope didaptkan glycoprotein spikes (terdiri atas 2 virus protein membentuk heterodimer). Nucleopapsids isometric; dengan diameter 40 µm.

Nyamuk
Nyamuk Aedes aegypti berukuran kecil disbanding nyamuk lain: ukuran badan 3-4 mm, berwarna hitam dengan hiasan titik-titik putih dibadannya; dan pada kakinya warna putih melingkar.
Nyamuk dapat hidup berbulan-bulan. Nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia makan buah. Hanya nyamuk betina yang menggigit; yang diperlukan untuk membuat telur. Telur nyamuk aedes diletakkan induknya menyebar; berbeda dengan telur nyamuk lain yang dikeluarkan berkelompok.
Nyamuk bertelur di air bersih. Telur menjadi pupa dalam beberapa minggu. Nyamuk bila terbang hampir tidak mengeluarkan bunyi; sehingga manusia yang diserang tidak mengetahui kehadirannya; menyerang dari bawah atau dari belakang; terbang sangat cepat. Telur nyamuk Aedes dapat bertahan lama dalam kekeringan (dapat lebih dari 1 tahun).
Virus dapat masuk dari nyamuk ke telur; nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vector Chikungunya (CHIK) virus (alpha virus).
Beberapa nyamuk resisten terhadap CHIK virus namun sebagian susceptible. Ternyata Susceptbility gene berada di kromosom 3.























Vektor Chikunguya di Asia adalah Aedes aegypti, Aedes albopticus. Di Afrika adalah Aedes furcifer dan Aedes africanus

Gigantisme dan Akromegali ( Pertumbuhan Raksasa )

Akromegali dan Gigantisme merupakan penyakit kronis dan progresif yang ditandai dengan disfungsi hormonal dan pertumbuhan skeletal yang mengejutkan. Akromegali terjadi setelah penutupan epifiseal, sehingga menyebabkan penebalan tulang, pertumbuhan dan viseromegali melintang.
Gigantisme mulai terjadi sebelum penutupan epifiseal dan menyebabkan pertumbuhan proporsional berlebihan disemua jaringan tubuh. Perbedaan akromegali dan gigantisme yaitu jika akromegali berkembangnya perlahan-lahan, sebaliknya dengan gigantisme yang berkembang secara tiba-tiba dan sangat cepat.

Penyebab :
-Lesi pituitari ekstrapiramidal atau tumor lain yang menyebabkan sekresi hormon pertumbuhan manusia (human growth hormone-hGh) yang berlebihan.
-Sekresi hGh yang berlebihan yang membuat seluruh bagian tubuh berubah sehingga menyebabkan akromegali. Jika sekresi yang berlebihan ini terjadi sebelum masa pubertas, penderita mengalami gigantisme.
-Kemungkinan juga ada pengaruh genetik (keturunan)
-Adenoma somatotropik

















Gigantisme















Akromegali






Tanda Dan Gejala :


1. Akromegali
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Artopati
- Sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome)
- Otot proksimal lemah
- Letih
- Acanthosis nigricans (tumbuhnya kutil halus yang jinak dan hiperpigmentasi yang muncul dikulit aksila (ketiak), leher dan daerah anogenital).
- Skin tag
- Kulit berminyak
- Pertumbuhan kartilago dan jaringan ikat yang berlebihan
- Daerah supraorbital membesar, telingan dan hidung menebal
- Tonjolan rahang yang jelas terlihat yang bisa mengganggu proses mengunyah
- Suara terdengar dalam dan bergaung
- Jari-jari tangan menebal
- Penyakit arteri koroner
- Kardiomiopati yang disertai aritmia, hipertrofi ventrikular kiri, dan fungsi diastolik menurun
- Hipertensi
- Obstruksi jalan napas atas yang disertai sleep apnea
- Viseromegali yang merata, meliputi kardiomegali, makroglosia dan pembesaran kelenjar tiroid
- Dada seperti tong (barrel) dan kifosis
- Terjadi tanda-tanda diabetes mellitus dan intoleransi glukosa.

2. Gigantisme
Tanda dan gejalanya meliputi :
- Keabnormalan skeletal dan tanda-tanda intoleransi glukosa seperti yang terlihat pada penderita akromegali
- Pembesaran tumor pituitari (yang menyebabkan hilangnya hormon trofik lain, misal hormon yang menstimulasi tiroid, hormon yang menstimulasi folikel dan kortikotropin).

Uji Diagnostik
- Kadar serum hGh yang diukur dengan radioimmunoassay biasanya naik
- Uji supresi glukosa tidak bisa menekan kadar hormon sampai dibawah jumlah normal yang dapat diterima, yaitu 2 ng/ml
- Sinar X tengkorak, computed tromography (CT) Scan, arteriografi, dan magnetic resonance imaging menentukan keberadaan dan perluasan lesi pituitari
- Sinar X tulang menunjukkan penebalan kranium (terutama tulang frontal, oksipital dan parietal) dan penebalan tulang panjang, serta osteoartritis ditulang belakang.

Penanganan
- Hipofisektomi kranial atau transfenoidal atau terapi radiasi pituitari dilakukan untuk membuang tumor yang mendasar
- Penggantian hormon tiroid dan gonadal dan kortison dilakukan sesudah pembedahan
- Bromocriptine (parlodel) dan octreotide (sandostatin) digunakan untuk menghambat hGh.

HIV / AIDS ( Definisi dan Patofisiologi )






















Definisi


HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk “mengkopi-cetak” materi genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-sel T-4.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV.

Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat.


Perjalanan Alamiah Penyakit

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIVtetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.