Apa...! Vaksin HIV sudah ditemukan?

















HIV/ AIDS
adalah penyakit mematikan yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Sampai saat ini belum ada obatnya. Akan tetapi, sudah adakah vaksin untuk HIV?

Vaksin untuk HIV yang dinilai memiliki potensi telah berhasil diujicobakan pada kera. Hasil itu didapat dari penelitian yang digelar Louis Picker dari Vaccine and Gene Therapy Institute (VGTI).

Vaksin ini mampu memprogram sistem kekebalan tubuh primata supaya mampu merespons virus HIV lebih cepat daripada biasanya. Peneliti VGTI menguji vaksin ini terhadap kera dengan menggunakan jenis HIV yang disebut Simian Immunodeficiency Virus (SIV).

Pada kera yang akan menerima vaksin, lebih dari separuhnya mengalami replikasi virus yang terkontrol. Bahkan tes paling sensitif pun tidak dapat mendeteksi tanda-tanda SIV.

Sampai saat ini, sebagian besar hewan itu mampu mempertahankan kontrol atas virus tersebut selama lebih dari satu tahun. Secara bertahap, mereka bahkan kehilangan tanda-tanda bahwa mereka pernah terinfeksi, mnurut jurnal ANture edisi Mei 2011.

Sebaliknya, kera pada kelompok yang tidak divaksinasi akhinya didiagnosis mengidap AIDS. Peneliti mengatakan penelitian mereka ini menunjukkan bahwa respons kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin baru ini dimungkinkan menyingkirkan SIV dari hewan yang terinfeksi. Picker berencana untuk mengujinya pada manusia.

Rangkuman Pneumonia Bronkopneumonia























Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru. Sedangkan bronkopneumonia peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.

Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia 2 bulan tidak dikenal diagnosis pneumonia.

Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernafas, nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumoni berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.

Pentingnya Zat Besi (Fe) Bagi Wanita Hamil
















Za besi (Fe) merupakan mineral esensial yang diperlukan tubuh karena dapat membantu pembentukan sel darah merah dalam tubuh. Zar besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3 – 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2001).

Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. Zat besi dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah yaitu sebagai bahagian dari molekul haemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru dan juga sebagai bagian dari sistem enzim dan mioglobin yaitu sel-sel mirip haemoglobin yang terdapat dalam sel-sel otot (Wahyuni, 2003).

Kebutuhan zat besi pada wanita meningkat saat hamil dan melahirkan. Ketika hamil, seorang ibu tidak saja dituntut memenuhi kebutuhan zat besi untuk dirinya, tetapi juga harus memenuhi kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janinnya. Selain itu, perdarahan saat melahirkan juga dapat menyebabkan seorang ibu kehilangan lebih banyak lagi zat besi. Karena alasan tersebut, setiap ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen zat besi.


Kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III. Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok kenaikannya. Dengan demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus disuplai dari sumber lain agar dapat cukup memenuhi kebutuhan tubuhnya (Rasmaliah, 2004).


Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg, karena mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan adaptif persentase zat besi yang diserap. Tetapi bila simpanan zat besi rendah atau tidak ada sarna sekali dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit maka, diperlukan suplemen preparat besi (Rasmaliah, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi zat besi (Fe) pada ibu hamil lebih banyak sudah pada kategori cukup yaitu sebanyak 62 (52,1%) sehingga dapat mensuplai kebutuhan zat besi dan memberi manfaat yang lebih baik pada masa kehamilannya.
Didalam tubuh zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen yang berada dalam bentuk hemoglobin. myoglobin atau cytochrome. Untuk memenuhi kebutuhan guna pembentukan hemoglobin. sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah akan dimanfaatkan kembali. kemudian baru kekurangannya harus dipenuhi dan diperoleh melalui makanan (Rasmaliah, 2004).



















Konsumsi zat besi pada penelitian ini didasarkan atas perhitungan tingkat frekuensi makan pada ibu hamil akan berbagai sumber zat besi secara alamiah dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya disertai dengan tingkat konsumsi makanan penghambat absorbsi zat besi dalam tubuh. Konsumsi makanan sumber Fe akan meningkatkan tingkat konsumsi Fe sedangkan konsumsi makanan penghambat Fe akan menurunkan konsumsi Fe.

Jika ditinjau dari angka pencapaian tersebut dan dibandingkan dengan angka pencapaian ibu hamil dengan tingkat konsumsi zat besi yang kurang memberi gambaran akan masih kurangnya perhatian ibu hamil terhadap pemenuhan kebutuhan zat besi pada masa kehamilannya dimana ibu hamil dengan tingkat konsumsi zat besi kurang tidak jauh berbeda dengan konsumsi zat besi yang cukup yaitu mencapai 57 (47,9%). Kurangnya tingkat konsumsi zat besi pada ibu hamil sehingga menyebabkan terjadinya anemia pada ibu dalam masa kehamilannya yaitu kurangnya asupan sumber zat besi memberi gambaran akan masalah anemia pada ibu hamil.

Ibu hamil merupakan kelompok masyarakat yang paling tinggi mengalami anemia, dari data yang dikumpulkan dalam berbagai penelitian yang ada selama ini pada ibu hamil sekitar 50-70% yang mengalami anemia (Junaedi, 1992). Perubahan fisiologi yang terjadi di dalam tubuh ibu hamil disertai dengan pertumbuhan janin dan uterus menyebabkan peningkatan kebutuhan akan zat besi.

Zat besi, sangat penting karena pada masa kehamilan volume darah anda meningkat 25%, dan juga penting untuk bayi anda membangun persediaan darahnya. Dapat dijumpai di hati, daging merah, sayurn hijau, wijen, buah-buahan kering, kuning telur, serealia, dan sarden. Penyerapan zat besi dapat terbantu dengan konsumsi vitamin C.

Kehilangan zat besi dalam tubuh terjadi dalam proses metabolisme basal melalui faeces, keringat dan urine yang mencapai 14 ug per Kg berat badan perhari atau sama dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki dewasa dan 0,8 mg pada perempuan dewasa.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan/hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak pada janin yang dikandungnya, sehingga pada ibu hamil dapat mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), perdarahan sebelum dan pada waktu melahirkan serta pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi. (Depkes RI,1995).

Oleh sebab itu, pemenuhan zat besi pada ibu hamil perlu mendapat perhatian yang harus dimulai dari kesadaran dari ibu hamil akan perhatiannya terhadap kesehatan kehamilannya dan konsumsi makanan pada masa kehamilannya dengan memperitungkan kebutuhan baik tubuh maupun janin dalam kandungannya selain perlunya dukungan dari berbagai pihak baik dari keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan.

Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Data Biduri (2007) di wilayah kerja Puskesmas Hilla Kabupaten Maluku Tengah tentang Asupan Makanan Ibu Hamil menunjukkan bahwa asupan makanan sumber zat besi (Fe) pada ibu hamil masih kurang terpenuhi yaitu sebanyak 50 (87,7%) dari 57 ibu hamil yang memberi gambaran akan masih kurangnya perhatian pemenuhan kebutuhan asupan zat besi pada ibu hamil baik disebabkan oleh faktor ibu sendiri berupa pengetahuan tentang asupan makan pada masa kehamilan khususnya lagi zat besi maupun dukungan dari keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.

Kurangnya pemenuhan kebutuhan zat besi pada ibu hamil dapat dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berupa faktor internal dari ibu sendiri maupun dari faktor eksternal berupa dukungan, petugas kesehatan, keluarga dan masyarakat. Namun pada penelitian ini hanya ditinjau dari faktor dari ibu hamil sendiri mencakup umur, pendidikan, pengetahuan dan pendapatan keluarga yang akan dijelaskan selanjutnya.

Komplikasi Efusi Pleura



















Komplikasi
• Kollaps paru : hal ini terjadi jika paru-paru dikelilingi kumpulan cairan dalam waktu yang lama.
• Empyema : bila cairan pleura terinfeksi menjadi abses, yang akan membutuhkan drainase yang lama.
• Pneumothoraks, dapat merupakan komplikasi dari torakosentesis.
• Gagal nafas

Pengobatan Efusi Pleura
















Efusi pleura yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan menggunakan pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit dikeluarkan atau bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptic (betadin). Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat – zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5- fluorourasil.

Antibiotic (mis. untuk efusi parapneumonik) dan diuretic (mis. untuk efusi karena CHF) umumnya digunakan pada manajemen inisial efusi pleura. Pemilihan obat pada tiap golongan tergantung pada penyebab efusi dan gejala klinis. Perhatian serius perlu diberikan untuk kemungkinan terjadinya interaksi obat,dan efek samping.

Antibiotik yang digunakan bisa kombinasi, seperti sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone) dan makrolida, ataupun monoterapi dengan fluoroquinolone antipneumokokus generasi baru. Bila pasien dengan penurunan daya tahan tubuh atau dengan kerusakan struktur paru (seperti bronkiektasis), sefalosporin seperti ceftazidime direkomendasikan.

Diuretik menurunkan volume plasma dan edema dengan cara diuresis,diuretik yang digunakan seperti furosemid dan spironolakton. Furosemid meningkatkan ekskresi cairan, menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada lengkung Henle asendens dan tubulus distal renalis. Spironolakton berkompetensi dengan aldosteron, meningkatkan ekskresi air dengan menahan ion hydrogen dan kalium (Kalium sparring effect).

Diagnosa Banding Efusi Pleura

-Abdominal Trauma, Blunt

-Pneumonia, Empyema and Abscess

-Abdominal Trauma, Penetrating

-Pneumonia, Immunocompromised

-Acute Respiratory Distress Syndrome Pneumonia, Mycoplasma

-Arthritis, Rheumatoid

-Pulmonary Embolism

-CBRNE - Q Fever

-Renal Failure, Chronic and Dialysis Complications

-Congestive Heart Failure and Pulmonary Edema

-Sjogren Syndrome

-Diaphragmatic Injuries

-Superior Vena Cava Syndrome

-Esophageal Perforation, Rupture and Tears

-Systemic Lupus Erythematosus

-Hypothyroidism and Myxedema Coma

-Transplants, Liver

-Neoplasms, Lung

-Transplants, Lung

-Pancreatitis

-Trauma, Upper Genitourinary

-Pediatrics, Pneumonia

-Tuberculosis

-Pneumonia, Aspiration

-Pneumonia, Bacterial

Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Foto Thoraks Efusi (Rontgen Dada) Pleura






















Pemeriksaan Penunjang


Foto thoraks

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang – kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto lateral dekubitus. Sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata.

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru, biasanya lobus bawah dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali.

Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru.

Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

Gambaran efusi pleura pada radiografi toraks posisi tegak sebagaimana yang lazim diketahui adalah:
1) penumpulan sinus kostofrenikus bila cairan >500 ml pada Foto PA, dan >200 ml pada foto lateral
2) meniscus sign
3) serta perselubungan luas yang mungkin disertai pendorongan jantung dan medistinum.

Hal yang agak berbeda dijumpai pada posisi supine dengan ditemukannya tanda-tanda radiologik berupa:
1) peningkatan densitas hemitoraks yang terkena,
2) meniscus sign
3) hilangnya bayanganatau batas hemidiafragma
4) berkurangnya ketajaman gambaran vaskuler di daerah basal paru
5) apical capping
6) penebalan fisura minor.

Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari sifat cairan yang bergerak menyesuaikan dengan perubahan posisi penderita.

Karena berbagai kondisi, terpaksa dilakukan posisi foto supine seperti pada penderita dengan kondisi kritis atau kesadaran menurun, pasien tidak dapat dimobilisasi, bayi dan anak-anak dengan penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura.

Gambaran efusi pleura pada foto torak posisi supine berbeda dengan gambaran pada posisi tegak dan lateral dekubitus yang sudah lazim diketahui , sehingga diperlukan kecermatan untuk mencegah salah diagnosis. Sementara itu, USG adalah sarana diagnostik radiologis yang sangat tinggi akurasinya ( bisa mencapai 100% ) untuk mencitrakan efusi pleura dengan adanya gambaran anechoic pada kavum pleura. Hasil pemeriksaan USG sebagai standar baku emas.

Dua tanda radiologis yang sering luput dicermati sebagai tanda adanya efusi pleura adalah penebalan fisura minor dan apical capping. Jumlah efusi menentukan terdeteksi tidaknya pada radiografi torak. Pada posisi tegak, biasanya gambaran efusi mulai terdeteksi ketika jumlah cairan mencapai 175 cc, sedangkan pada posisi supine biasanya setelah mencapai 300 cc.


Diagnosis Pemeriksaan Fisik Efusi Pleura























Pemeriksaan fisik yang ditemukan bervariasi tergantung dari volume efusi pleura. Secara umum, tidak dapat ditemukan jika volumenya < 300 ml. Jika > 300 ml pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan diantaranya:

• Suara pekak atau menurunnya resonansi pada perkusi

• Suara pernafasan berkurang atau menghilang

• Stem fremitus melemah

• Egofoni

• Suara gesekan pleura

• Pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami efusi terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign)

• Pergeseran mediastinum
- hanya terlihat pada efusi yang masif (>1000 mL)
- pada gambaran radiologi dijumpai adanya pergesaran trakea dan mediastinum ke arah kontra lateral lesi efusi.

• Beberapa pemeriksaan penting yang menjadi petunjuk adanya efusi pleura:
- anasarka
- perubahan pada kulit pada penyakit hati kronis
- distensi vena jugularis
- S3 gallop
- clubbing finger
- massa intra abdomen atau nodul pada payudara

Diagnosis Anamnesa Gejala Efusi Pleura














Dari ananmnese didapatkan manifestasi klinis dari efusi pleura bervariasi dan sering dihubungkan dengan proses penyakit yang mendasarinya. Gejala yang secara umum dikaitkan adalah dispnu yang progresif, batuk (nonproduktif), dan nyeri dada pleuritik.

• Dispnu
Merupakan gejala klinis yang paling sering. Mengindikasikan suatu efusi yang luas ( biasanya >500mL). Sebanyak 50% terjadi pada efusi pleura maligna. Dispnu dapat juga disebabkan oleh faktor lain, seperti penyakit paru yang mendasari, disfungsi kardia, anemia.

• Nyeri dada
Nyeri dada dapat ringan atau berat secara spesifik digambarkan dengan nyeri yang tajam atau menusuk, memberat dengan inspirasi dalam, dan bersifat pleuritik. Nyeri dapat berlokasi di dinding dada atau menjalar ke bahu ipsilateral atau abdomen atas (biasanya terlihat dengan mesotelioma maligna), biasanya disebabkan oleh keterlibatan diafragma. Intensitas nyeri dada berkurang dengan peningkatan luasnya efusi pleura. Nyeri dada dapat menunjukkan suatu iritasi pleura, dimana dapat membantu diagnosis penyebab efusi, karena efusi transudatif tidak menyebabkan iritasi pleura secara langsung.

• Tanda dan gejala lain yang muncul dengan efusi pleura dihubungkan dengan proses penyakit yang mendasarinya.
- Pada gagal jantung kongestif: terjadi edema tungkai, ortopnu, dan paroksismal nokturnal dispnu.
- Pada TB paru: keringat malam, demam, hemoptisis, dan penurunan berat badan.
- Pada pneumonia bakterial aerobik: episode febril akut, produksi sputum purulent, dan nyeri dada pleuritik.

• Napas pendek

• Batuk

• Hiccups

• Pernapasan cepat

Apakah Pleura itu?














Pleura adalah membran tipis terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologist, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.

Pleura sering kali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya hidrotorak dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotorak bila rongga pleura berisi darah, kilotorak (cairan limfe), piotorak atau empiema toracis bila berisi nanah, pneumotorak bila berisi udara.
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama karenan infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma dan lain-lain.

Patofisiologi dan Mekanisme terjadinya Efusi Pleura









Patofisiologi

Efusi pleura adalah indikator dari proses patologi yang mungkin berasal dari proses primer di paru atau berhubungan dengan sistem organ yang lain atau juga karena penyakit sistemik, dapat terjadi secara akut maupun kronis dan tidak merupakan diagnosis tersendiri.
Cairan pleura yang normal memiliki ciri-ciri :
•Jernih
•Ph 7.60-7,64
•Kandungan proteinnya < 2 % (1-2 g/dl)
•Kandungan eritrositnya <1000 /mm3
•Kandungan glukosanya mirip dengan plasma
•Kadar Laktat dehidrogenase (LDH) <50 % plasma
•Konsentrasi Na,K, dan Ca mirip dengan cairan interstitial


Mekanisme yang berperan dalam pembentukan efusi pleura adalah :

•Perubahan permeabilitas membran pleura (misal: proses inflamasi, penyakit keganasan, emboli paru )
•Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misal : hipoalbuminemia, sirosis hepatis )
•Meningkatnya permeabilitas kapiler atau kerusakan vaskular ( misal: trauma, penyakit neoplasma, proses inflamasi, infeksi, infark paru, hipersensitivitas obat, uremia,pankreatitis )
•Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler sistemik atau sirkulasi paru (misal: CHF, Sindroma vena cava superior )
•Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga paru tidak dapat mengembang (misal : atelektasis, mesotelioma )
•Ketidakmampuan paru untuk mengembang
•Penurunan atau blokade aliran limfatik, termasuk sumbatan duktus torasikus ataupun ruptur (misal : keganasan , trauma )
•Meningkatnya cairan pada rongga peritonium sehingga cairan tersebut berpindah ke rongga diafragma melalui kelenjar limf (misal: sirosis hepatis, peritonial dialisis)
•Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseralis
•Peningkatan tekanan onkotik cairan pleura yang menetap akibat dari efusi pleura menyebabkan penumpukan cairan yang lebih banyak
•Penyebab iatrogenik

Penyebab Terjadinya Efusi Pleura

Penyebab efusi pleura transudat, antara lain:
•Gagal jantung kongestif
Penyakit ini merupakan penyebab timbulnya efusi pleura pada 40% pasien dan sering muncul pada kedua sisi. Gagal jantung merupakan penyebab tersering pada efusi bilateral paru, dan jika hanya satu sisi yang terkena biasanya di sebelah kanan ( karena biasanya pasien berbaring ke kanan)
•Perikarditis
•Kelebihan cairan di jaringan tubuh menyebabkan cairan masuk ke rongga pleura, keadaan ini terlihat pada penyakit ginjal, pada pasien dengan penyakit saluran cerna dengan gangguan absorbsi, dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
•Penyakit hati
Sekitar 5% pasien dengan sirosis hati berkembang menjadi efusi pleura.
•Meig’s Sindrom
•Dialisis Peritoneal
•Efusi pleura maligna/paramaligna: karena atelektasis pada obstruksi bronkial, atau stadium awal obstruksi limfatik.


Penyebab efusi pleura eksudatif :
•Tumor pleura
•Tuberkulosis
•Pneumonia
•Keganasan: metastasis (karsinoma paru, kanker mammae, limfoma, ovarium dan lain-lain), mesothelioma
•Emboli paru
•Infeksi virus, jamur, atau parasit yang melibatkan paru mungkin akan menyebabkan efusi pleura
•Penyakit jaringan ikat, meliputi rheumatoid arthritis, lupus, sjogren sindrom
•Penyakit abdomen: penyakit pankreas, abses intraabdominal, hernia diafragmatika
•Penyakit hati
•Trauma
•Penyakit pleura diinduksi obat: amiodaron, bromokriptin
•Dan lain-lain

Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura
















Definisi

Efusi pleura adalah terdapatnya cairan yang berlebihan atau penimbunan cairan dalam kavum pleura baik berupa cairan bebas, lokal maupun dalam kapsul. Penyebab efusi pleura bervariasi misalnya akibat dari gagal jantung, tbc paru, pneumonia bakteri, keganasan, emboli paru, sirosis hati dengan ascites dan pankreatitis Di Indonesia, tbc paru adalah penyebab utama.


Tipe Efusi Pleura

Secara umum, efusi pleura dikategorikan sebagai efusi transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorbsi cairan pleura, sedangkan efusi eksudatif tarjadi karena perubahan faktor lokal.